Gubernur Kepri memenuhi undangan negara dalam agenda kemah di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur, yang dihadiri Presiden Jokowi pada 13 -15 Maret 2022.
Sesuai permintaan istana negara, seluruh gubernur se Indonesia diminta untuk membawa tanah dan air dari daerahnya yang mengandung nilai historis.
Nantinya, tanah dan air ini akan digabungkan dan dimasukkan ke Kendi Nusantara yang terbuat dari tembaga. Ritual adat ini dilaksanakan di titik nol pembangunan IKN.
Gubernur Kepri, Ansar Ahmad, menyebutkan jika ia membawa 2 kilogram tanah yang berasal dari Daik, Kabupaten Lingga. Sedangkan 1 liter air berasal dari Pulau Penyengat, kota Tanjungpinang.
Baca: Ini Asal Tanah dan Air yang Dibawa Gubernur Kepri ke IKN untuk Ritual Kendi Nusantara
“Dari masukan para tetua adat di Kepri, kita lalu membawa tanah yang diambil dari Istana Damnah Daik-Lingga, dan air dari sumur Balai Adat Pulau Penyengat Indera Sakti,” ungkap Gubernur Ansar.
Lantas, apa alasannya ?
Ansar menerangkan, tanah yang dibawa merupakan tanah yang diambil dari Daik Lingga. Alasannya karena tanah itu berada di lokasi Cagar Budaya Bekas Tapak Istana Damnah yang dibangun pada tahun 1860. Kala itu berada di masa kesultanan Lingga – Riau dibawah kepemimpinan Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah II (1857-1883), yang dibantu yang Dipertuan Muda Riau X Raja Muhammad Yusuf Al – Ahmadi beserta Pemaisurinya (isteri) Tengku Embung Fatimah.
Secara historis pula, tanah ini merupakan lokasi Balai Bertitah (Singgasana) di mana disanalah tempat Balai Pemerintahan Sultan yang merupakan Balai Bagian Bekas Istana Sultan Lingga – Riau terakhir terletak di Daik, Kabupaten Lingga yang berjuluk Bunda Tanah Melayu.
Sesuai sejarah pula, istana Damnah ini kala itu tahta pemerintahannya diteruskan oleh Tengku Embung Fatimah, tepatnya di tahun 1883 sebagai pemerintahan sementara. Hingga kemudian dinobatkannya Anandanya, Raja Abdul Rahman sebagai Sultan dari Kesultanan Lingga – Riau pada Tahun 1875. Dari catatan sejarah, sultan Abdulrahman Muazzam Syah (1885-1991) ini merupakan Sultan Lingga – Riau yang terakhir.
“Tanah yang dibawa ini begitu erat kaitannya dengan nilai sejarah dan nilai-nilai leluhur Melayu di Provinsi Kepri,” terang Ansar.
Baca: Jokowi Undang Gubernur Se-Indonesia ke IKN, Diminta Bawa Air dan Tanah
Sementara itu, air yang dibawa berasal dari sumur Balai Adat Pulau Penyengat Indera Sakti.
Bagi yang pernah berkunjung ke Pulau Penyengat, maka akan dibawa ke sumur ini. Karena rasanya tak lengkap jika menyambangi Pulau Bersejarah ini namun tidak meminum atau hanya mencuci muka menggunakan air ini.
Untuk diketahui pula, kini situs bersejarah yang ada di pulau Penyengat ini tengah diusulkan kepada UNESCO untuk dijadikan situs warisan dunia. Pulau Penyengat sendiri memang memiliki nilai sejarah yang luar biasa dan kental sekali kaitannya dengan Kepulauan Riau ini dan telah diakui dunia.
“Ada beberapa sumur di Pulau Penyengat ini, dan di antaranya adalah yang berada di bawah gedung Balai Adat. Di mana rumah itu memang dijadikan sebagai tempat untuk menyambut tamu atau mengadakan perjamuan bagi orang – orang penting,” ujar Ansar lagi.
Sumur yang dimaksud oleh Gubernur Ansar tersebut ini dalamnya sekitar 2,5 meter saja. Namun menariknya sumur ini tidak pernah kering meski sedang kemarau. Uniknya juga, air dsri sumur yang ditemukan sejak abad ke-16 ini memiliki rasa yang biasa saja atau tidak asin, padahal hanya berjarak 30 meter dari laut. Di mana dalam jarak itu sebagian besarnya akan terpengaruh oleh air laut atau memiliki rasa yang berbeda dari biasanya.
Diketahui, ritual adat yang melibatkan gubernur se Indonesia ini memiliki makna filosofis yang kental dengam luasnya bumi pertiwi ini. Dengan simbol membawa air tanah menjadi lambang untum senantiasa ingat asal-muasal nenek moyang.
Selain itu juga kegiatan ini menjadi lambang untuk selalu mempertahankan kearifan leluhur yang sudah ada di bumi Nusantara ini.