Pencabulan terhadap santriwati terjadi di Pondok Pesantren (Ponpes) Halimatussa’diyah atau dikenal pondok hutan tahfiz yang terletak di tempat wisata pemandian Air Panas, Singkep Pesisir, Kabupaten Lingga terungkap.
Pelakunya ialah RS alias R (22) merupakan pemilik Ponpes dan R alias E (52) sebagai Pembina. Kedua pelaku memiliki hubungan anak dan ayah.
Keduanya pun kini telah diamankan oleh Satreskrim Polres Lingga.
’’Keduanya kita amankan setelah adanya laporan dari masyarakat tentang adanya tindakkan cabul dan persetubuhan anak di bawah umur,’ ujar Kapolres Lingga AKBP Robby Topan Manusiwa, dalam Konferensi pers, Senin (12/2).
Disebutkan Kapolres, kasus ini terungkap setelah salah satu santriwati yang juga korban pencabulan berhasil melapor ke keluarganya tentang apa yang ia alami di Ponpes tersebut.
Dari aduan itu, lalu orang tua santriwati itu melalui saudaranya melaporkan hal tersebut ke Polres Lingga.
“Berdasarkan Laporan Polisi yang diterima Satreskrim Polres Lingga pada tanggal 4 Februari 2024, oleh A selaku saudara kandung pelapor memberitahu pelapor bahwa anak dari saudara pelapor telah dicabuli,” ungkap Kapolres.
Menindaklanjuti laporan tersebut Satreskrim Polres Lingga langsung mengamankan pelaku RS alias R di pondok pesantrennya.
Dari pemeriksaan, diketahui bahwa RS mencabuli 3 orang santriwati dengan modus janji memberikan nilai yang tinggi, membantu dalam proses belajar mengajar, menjanjikan akan membelikan barang yang para korban mau, dan akan meminjamkan handphone.
Selanjutnya, dari hasil pengembangan penyelidikan ditemukan fakta bahwa ayah kandung dari pelaku RS yakni R alias E juga melakukan hal yang sama terhadap 7 orang santriwati Modusnya ialah seolah memberi perhatian sebagai seorang ‘bapak’ dengan alasan memberikan vitamin dan sejumlah uang kepada korban.
“Disitulah dilakukan aksi pencabulan,” lanjut AKBP Robby.
Total korban yakni 9 santriwati mulai usia 16 tahun hingga 20 tahun. Di mana satu di antaranya merupakan korban dari kedua pelaku. Sementara diketahui aksi bejat keduanya sudah berlangsung sejak tahun 2019 lalu. Namun keduanya mengaku tidak saling mengetahui aksi tak terpuji masing-masing.
“Atas perbuatan tersangka dikenakan pasal berlapis yakni pasal 81 ayat (1) UU RI Nomor 17 Tahun 2016, pasal 81 ayat (2) UU RI Nomor 17 Tahun 2016, dan pasal 82 ayat (1) UU RI Tahun 2016, dengan ancaman hukuman untuk kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan terhadap anak dan memaksa melakukan tipu muslihat 5-15 Tahun penjara dan denda paling banyak Rp 5 miliar rupiah,” pungkas Kapolres.
Sementara itu, polisi masih melakukan pendalaman terkait kasus ini. Dan memungkinkan masih adanya korban lainnya. Sedangkan untuk pondok pesantren tersebut sementara ditutup dan pihak polisi bakal berkoordinasi dengan Kemenag Kabupaten Lingga untuk status pendidikan para santri disana.