Mengenal Hoaks
Dewasa kini hoaks bukanlah hal yang baru lagi. Bisa disebut, masyarakat dari berbagai golongan sejatinya sudah mengerti hoaks secara umum, yakni informasi yang tidak benar atau salah.
Ahli komunikasi dari Universitas Indonesia, Prof. Muhammad Alwi hoaks menilai hoaks memiliki perbedaan dengan berita bohong biasa. Yang mana perbedaannya terletak pada hoaks yang didefinisikan sebagai sesuatu yang disengaja atau sudah direncanakan.
Mantan Menteri Penerangan RI itu mengatakan jika hoaks adalah sesuatu yang sengaja dibuat untuk menyelewengkan fakta atau kebenaran namun menarik perhatian publik.
Di sisi lain, organisasi nirlaba yang mendukung paya pemberantasan hoaks di era digital bernama First Draft, membagi informasi palsu ke dalam dua kategori besar. Pertama disinformasi yang berarti informasi yang salah namun sengaja disebarluaskan. Penyebarnya mengetahui kekeliruan tersebut dan memiliki maksud tertentu. Kedua, misinformasi yaitu informasi yang tidak benar, namun dianggap benar dan disebarluaskan. Penyebarnya tidak ada maksud buruk dan juga umumnya tidak mengetahui jika informasi tersebut tidak benar.,
Mengacu First Draft pula, komunitas Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), kemudian memasukkan 7 jenis hoaks yang umumnya beredar, yakni:
- Satir atau Parodi, konten yang dibuat biasanya tanpa ada niat jahat, namun bisa mengecoh. Misalnya konten-konten yang mengandung unsur sindiran dan sarkas.
- False Connection, konten yang memiliki ciri-ciri judul berbeda dengan isi berita. Biasanya dipublikasikan untuk memperoleh keuntungan dari konten sensasional
- False Context atau konteks keliru, konten yang disajikan dengan narasi konteks yang salah. Umumnya memuat pernyataan, foto, atau video peristiwa yang pernah terjadi, namun secara konteks yang disampaikan tidak sesuai dengan fakta sebenarnya.
- Misleading Content atau menyesatkan, yakni konten yang memang dipelintir untuk menjelekkan sesuatu atau menggiring opini dengan kepentingan tertentu.
- Imposter Content, yakni informasi salah yang sengaja dibuat dan disebarluaskan dengan mencatat pernyataan tokoh publik atau lembaga.
- Manipulated Content, yaitu konten yang pernah ada, namun diubah atau diedit untuk mengecoh. Misalnya berita yang diterbitkan media kredibel namun diubah untuk kepentingan tertentu.
- Fabricated Content yaitu, konten yang dipastikan konten palsu. Sengaja dibuat dan bahkan dapat merugikan orang lain. Misal lowongan kerja palsu dan sebagainya.
Perkembangan Internet Membawa Hoaks Merajalela
Hoaks dengan berbagai jenis di atas mulai merajalela seiring meningkatnya pengguna media sosial.
Mengutip dari artikel digitalbisa, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia Tahun 2021-2022 (Q1) menyatakan jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 210.026.769 jiwa dari total penduduk Indonesia yang jumlahnya mencapai 272.682.600 jiwa. Angka ini menunjukkan bahwa penetrasi internet tehadap penduduk Indonesia sudah mencapai 77,02 persen. Jumlah yang demikian menjadi lahan yang besar bagi penyebaran hoaks.
Dari data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), setidaknya ada 9.417 temuan hoaks yang telah tersebar di berbagai platform media sosial di internet. Data itu terangkum dari Agustus 2018 hingga Februari 2023 ini. Selain itu, dalam kurun waktu tersebut juga terdapat 1.730 penipuan dan konten negatif lain.
Isu-isu yang umum muncul dalam hoaks di antaranya berkaitan dengan kesehatan, agama, pendidikan dan sebagainya.
Selain itu hoaks ini juga umumnya meningkat di momen-momen tertentu. Seperti momen pesta demokrasi (Pemilu/Pilpres/Pilkada) dan juga seperti di masa pandemi COVID-19.
Memahami Ciri-ciri Hoaks Kunci Pencegahan Termakan Hoaks
Mantan ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, dalam suatu kesempatan menyebutkan jika konten hoaks dapat dikenali dari isi yang ditampilkan. Setidaknya ada 12 ciri yakni:
- Muatan konten menciptakan kecemasan, kebencian, permusuhan.
- Sumber tidak jelas dan tidak ada yang bisa dimintai tanggung jawab atau klarifikasi.
- Pesan sepihak, menyerang, dan tidak netral atau berat sebelah.
- Mencatut nama tokoh berpengaruh atau pakai nama mirip media terkenal.
- Memanfaatkan fanatisme atas nama ideologi, agama, suara rakyat.
- Judul dan pengantarnya provokatif dan tidak cocok dengan isinya.
- Memberi penjulukan.
- Minta supaya di-share atau diviralkan.
- Menggunakan argumen dan data yang sangat teknis supaya terlihat ilmiah dan dipercaya.
- Artikel yang ditulis biasanya menyembunyikan fakta dan data serta memelintir pernyataan narasumbernya.
- Berita ini biasanya ditulis oleh media abal-abal, di mana alamat media dan penanggung jawab tidak jelas.
- Manipulasi foto dan keterangannya. Foto-foto yang digunakan biasanya sudah lama dan berasal dari kejadian di tempat lain dan keterangannya juga dimanipulasi.
Perlu diketahui pula banyak konten-konten hoaks yang terus terjadi berulang-ulang. Di antaranya dengan tema-tema berikut:
- Hoaks teknologi, misalnya kabar penyebaran virus di gadget dan komputer, chip, dan sebagainya.
- Hoaks pesan berantai, yang umumnya terus menyebar dari pesan-pesan misal whatsapp, facebook, sms, dan lainnya. Hoaks ini biasanya meminta agar pesan tersebut terus disebar luaskan.
- Hoaks urban legend, biasanya berisi tentang mitos lawas.
- Hoaks mendapat hadiah, misalnya menang undian, mengisi survei dan data. Bahkan dapat merugikan secara materi dengan penipuan.
- Hoaks kisah menyedihkan, biasanya sebuah konten yang mengundang simpati publik. Misalnya seseorang dengan nasib buruk baik materi hingga fisik. Bahkan pula ada yang memanfaatkan untuk penipuan bantuan dana.
- Hoaks pencemaran nama baik, umumnya paling banyak muncul ketika momen-momen politik. Misalnya dengan narasi atau konten yang dapat menjatuhkan lawan politik, namun tidak ada fakta yang dipertanggung jawabkan atau klarifikasi.
Tips dan Trik Menghadapi Hoaks
Sejatinya, banyak upaya yang dapat dilakukan menghadapi informasi hoaks. Mengingat informasi merupakan sesuatu yang melekat pada kehidupan bersosial dan bermasyarakat yang juga lahan dari penyebaran hoaks.
Beberapa tips dan trik yang dapat dilakukan agar terhindar dari hoaks. Secara umum dengan meningkatkan literasi digital atau pengetahuan tentang internet dan informasi, mengawasi penggunaan gadget, dan melaporkan ke lembaga lain yang menangani temuan hoaks seperti cekfakta.com, kominfo dan lainnya jika tidak memungkinkan melakukan verifikasi.
Selain itu, ada beberapa hal yang dapat dilakukan ketika menerima informasi dengan indikasi terdapat ciri-ciri hoaks, yakni:
- Pertama ialah tidak langsung membagikan informasi tersebut jika belum mengetahui kebenarannya. Ini setidaknya memutus penyebaran hoaks jika informasi tersebut tidak benar.
- Mencermati informasi secara keseluruhan artinya tidak hanya membaca judul,thumbnail, dan caption saja.
- Memperhatikan sumber informasi, misalnya dalam berita media terdapat sumber pernyataan, data, dan sebagainya.
- Berhati-hati jika ada ciri-ciri hoaks, misalnya provokatif, hal tidak masuk akal, atau menyudutkan sesuatu.
- Periksa fakta informasi, misalnya dengan melakukan pencarian topik yang sama di search engine dan sumber informasi lain.
- Jika berupa foto dan video, lakukan pengecekan keaslian. Ini dapat dilakukan dengan pencarian gambar di search engin.
- Berfikir kritis dan tidak menelan mentah-mentah informasi juga diperlukan setiap menerima informasi, agar tidak mudah terkecoh, apalagi sampai tertipu.
- Bergabung diskusi anti hoaks adalah pilihan agar terhindar dari informasi-informasi hoaks, sekaligus menjadi perbendaharaan diri terkait informasi salah.