Kenaikan kacang kedelai saat ini sangat berdampak bagi pengusaha tahu tempe. Termasuk pula bagi para pengusaha olahan kedelai itu di Karimun, Kepulauan Riau. Bahkan beberapa di antaranya terpaksa merumahkan karyawannya.
Seperti diceritakan Fauzi (41), pengusaha di kampung Wonosari, Karimun, menyebutkan kenaikan harga kedelai ini sudah tiga bulan terakhir mengalami kenaikan. Dan menurutnya, sejak menggeluti bidang ini tahun 2008 lalu, kenaikan tahun ini paling tertinggi yang dialaminya.
“Naiknya harga kedelai bertahap sejak tiga bulan. Dari harga awal Rp 375 ribu sampai Rp 400 ribu. Sekarang per satu karung berisi 50 kilogram itu sudah seharga Rp 590 ribu,” ujar Fauzi.
Akibatnya, lanjut Fauzi, ia terpaksa merumahkan karyawannya karena tidak lagi sanggup memberikan bayaran. Hal ini mengingat beban modal dan biaya sehari-hari jauh lebih besar dibanding pendapatan. Belum lagi kondisi pandemi COVID-19 yang juga berdampak pada produktifitas.
“Sejak naik-naiknya harga kedelai ini saja, sudah 2 karyawan yang mau tidak mau kita rumahkan,” jelasnya.
“Produksi kita juga harus berkurang, karena tingkat konsumsi rendah. Padahal tahu dan tempe ini adalah makanan merakyat,” sambung Fauzi.
Ia menjelaskan, dalam sehari pihaknya biasa menghabiskan sebanyak 200 kilogram bahan baku kacang kedelai. Sedangkan, untuk per lima hari membeli bahan baku mencapai 1 ton.
“Bahan yang kita peroleh ini impor, tapi kualitas juga tidak sebaik dulu. Untuk pengambilan juga melalui agen. Makanya untuk usaha tahu dan tempe ini lebih tinggi Rp 500 dari penjual lainnya saja, konsumen sudah lari,” paparnya.
Terkait hal ini, pemerintah bisa membuat dan memperhatikan kebijakan terkait kenaikan harga bahan baku kedelai saat ini.
“Intinya, Kita berharap membuat kebijakan yang menurunkan bahan baku kacang kedelai. Karena kasian juga kita harus merumahkan karyawan,” harapnya.