Indonesia Harus Waspada Stagflasi Global dan Nasional

Kondisi global yang saat ini sedang mengalami stagfasi ekonomi memberikan dampak bagi negara-negara di dunia, untuk itu pemerintah Indonesia diharapkan dapat mewaspadai ini agar tidak terdampak dari stafgasi global, maupun mengalami stafgasi itu sendiri yang tentunya akan memberi dampak buruk bagi masyarakat.

Berdasarkan rilis dari Badan pusat statistik (BPS) pada Juli 2022 beberapa daerah mengalami inflasi yang sangat tinggi dari tahun-tahun sebelumnya, hal itu tentunya akan memberikan dampak buruk bagi masyarakat dengan ekonomi rendah.

ADVERTISEMENT

“Kita berharap Indonesia tidak mengalami dampak parah dari stafglasi global ataupun mengalami stagflasi,” ujar Anggota Komisi XI DPR RI, Andreas Eddy Susetyo, Senin (8/8).

IMF dalam World Economic Outlook (WEO) dalam rilis edisi Juli 2022 memangkas pertumbuhan ekonomi global untuk 2022 sebesar 0,4 ppt menjadi 3,2 persen.

“Beberapa faktor pendorong pemangkasan tersebut adalah, pertama adanya perlambatan ekonomi yang lebih tajam di Tiongkok akibat perpanjangan lockdowns, sehingga memperburuk gangguan rantai pasokan global,” tambah Andreas.

Selain itu pengetatan likuiditas global terkait dengan kenaikan suku bunga acuan yang lebih agresif oleh Bank Sentral dari beberapa negara maju, seperti The Fed, ECB, dan Bank of England. Faktor ketiga adalah dampak dari perang Rusia-Ukraina yang berkepanjangan.

Selain itu dikatakan Andreas Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed, kembali menaikkan Fed Funds Rate (FFR) sebesar 75 bps dari 1,50 – 1,75 persen menjadi 2,25 – 2,50 persen pada FOMC Juli 2022. The Fed menegaskan kembali bahwa kenaikan FFR lanjutan masih diperlukan, dan akan tetap melanjutkan proses pengurangan balance sheetnya secara signifikan.

“Target suku bunga The Fed akan berada pada 3,5 persen di 2022 ini dan kemungkinan mencapai peak-nya di semester I tahun 2023 sebelum kembali turun di semester II,” ujarnya.

Kemudian ekonomi Tiongkok juga hanya tumbuh 0,4 persen year on year (yoy) di 2Q22, melambat tajam dari pertumbuhan 4,8 persen di Quartal 1 2022. Pertumbuhan tersebut adalah laju ekspansi paling rendah sejak kontraksi pada Quartal 1 2020 ketika awal pandemi Covid-19 terjadi.

ADVERTISEMENT

“Tantangan perlambatan ekonomi AS dan Tiongkok akan berdampak kepada kinerja ekspor di semester II ini dan 2023, terutama dikaitkan dengan kinerja ekspor industri manufaktur,” kata Andreas.

Perang Rusia-Ukraina yang tidak kunjung berakhir, dan kebijakan proteksi yang dilakukan berbagai negara dalam rangka melindungi kepentingan dalam negeri mereka menyebabkan rantai pasokan global terganggu.

Stagflasi merupakan kondisi di mana pertumbuhan yang stagnan cenderung lemah sementara di sisi lain inflasi meroket. Stagflasi terakhir kali terjadi pada 1970-an.

ADVERTISEMENT

Antara 1973 dan 1981, inflasi AS selalu di atas 6 persen dengan pengecualian pada 1976 (4,86 persen). Sementara inflasi di AS pada Juni 2022 ini meroket hingga 9,1 persen.
“Dampak yang akan terjadi di Indonesia yang jelas adalah akan terjadi perlambatan pemulihan ekonomi nasional karena arus investasi diperkirakan akan kembali ke pasar AS dan nilai tukar rupiah akan tertekan,” lanjutnya.

Dengan demikian ancaman melonjaknya pengangguran, merosotnya daya beli masyarakat serta kenaikan harga akan sulit dihindari. Situasi ini akan diperburuk dengan munculnya berbagai problem sosial seperti meningkatnya kejahatan dan dampak lainnya.


Penulis: | Editor: Redaksi


TAGGED:
Share This Article

TERBARU

What's New