Polemik soal pengembangan Pulau Rempang mendapat perhatian serius dari salah satu praktisi hukum di Kota Batam, Zudy Fardy.
Zudy menilai, upaya pemerintah pusat untuk membangun dan mengembangkan Pulau Rempang dan sekitarnya menjadi kawasan ekonomi baru merupakan langkah yang baik.
Bukan tanpa alasan, lanjut Zudy, pemerintah memiliki hak untuk mengatur masyarakatnya demi tujuan yang baik. Dalam hal ini adalah peningkatan ekonomi daerah.
“Sepanjang hal yang baik dilakukan oleh pemerintah maka itu sah-sah saja. Tentu dengan output yang dihasilkan dari kebijakan itu untuk kemaslahatan orang banyak,” ujarnya, Jumat (25/8).
Baca Juga
Pria keturunan Melayu tersebut mengatakan, upaya masyarakat untuk menggelar aksi damain di Kantor BP Batam dengan tujuan menolak relokasi kampung tua pun juga sah untuk dilakukan.
Akan tetapi, penolakan oleh warga tersebut juga harus berdasar. Pasalnya, kepemilikan tanah harus dibuktikan dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional.
“Di Kota Batam kita ketahui bahwa, yang mempunyai hak pengelolaan lahan adalah BP Batam. BP Batam adalah representasi dari negara. Lalu, muncul pertanyaan, apakah warga kita di sana sudah mengantongi sertifikat kepemilikan? Kepemilikan dalam bentuk apa? Nah ini harus diluruskan dulu,” ungkapnya lagi.
Ia menjelaskan, sejak tahun 1986, Rempang dan sekitarnya merupakan taman buru. Berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 41 tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam, pemerintah menetapkan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (saat ini BP Batam) untuk bertanggung jawab atas pengembangan pertumbuhan daerah industri pulau Batam, kewenangan dalam peruntukkan dan penggunaan tanah dalam rangka melaksanakan pembangunan Batam sebagai kawasan industri.
“Sehingga, tidak mungkin ada warga yang memiliki sertifikat di Rempang. Jika pun ada, coba ditunjukkan sebelum ngotot-ngototan untuk direlokasi,” tambahnya.
Di sisi lain, Zudy juga meminta pemerintah untuk tidak mengabaikan hak masyarakat apabila relokasi dilakukan.
Yaitu dengan menyediakan fasilitas yang layak dan pantas untuk ditempati kemudian hari.
Dimana, sesuai arahan Menteri Investasi/Kepala BKPM RI, Bahlil Lahadalia, BP Batam telah menyiapkan kaveling seluas 500 meter persegi untuk masyarakat yang memiliki rumah di atas Areal Penggunaan Lain (APL) dan bersedia direlokasi ke areal yang telah ditetapkan. Di kaveling tersebut, akan dibangun pula rumah dengan tipe 45.
Dengan catatan, luas kaveling yang dimaksud telah bertambah dari luasan sebelumnya yang hanya 200 meter persegi.
“Nah akan tetapi juga, hak-hak masyarakat juga tidak boleh terabaikan. Misalkan relokasi yang pantas, fasilitas lain yang pantas. Menurut kami, sikap pemerintah dinilai telah sesuai kebutuhan masyarakat ketika memberikan sagu hati atau bentuk-bentuk fasilitas lainnya,” kata Zudy.
Selain itu, penelusuran literasi yang Zudy dapatkan bahwa rencana investasi Rempang-Galang sendiri sudah sejak tahun 2004 lalu.
“Jadi bukan sekarang saja. Ternyata sejak 2004 lalu sudah ada. Tetapi pemerintah ‘kan harus melihat peluang terbaik dan mungkin juga terbentur masalah regulasi makanya sekarang baru dimanfaatkan dan direlokasi,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Zudy meminta masyarakat Kota Batam untuk tidak mudah terprovokasi oleh pihak-pihak yang tidak berkepentingan atau oknum yang hanya mencari keuntungan belaka.
“Waspadai tunggangan yang menginginkan daerah kita tidak maju. Sikap pemerintah membuat Rempang-Galang dan sekitarnya maju adalah untuk kemaslahatan bersama dan buat generasi ke depan,” pungkasnya.