Upaya pengiriman tual sagu digagalkan di perairan Tanjungbatu, Kecamatan Kundur, Kabupaten Karimun, Selasa, 3 September 2024 sekira pukul 15.30 WIB.
Aktivitas pengiriman sagu tersebut sebelumnya diamankan oleh personel Babinsa Koramil 03/Kundur bersama dengan masyarakat yang tergabung dalam organisasi kemasyarakatan.
Sekitar 600 tual sagu yang ditarik menggunakan kapal pompong itu berasal dari desa Penarah dan akan di bawa menuju Alai, Kecamatan Ungar, bahkan hingga ke Riau Daratan, Selat Panjang.
Saat dilakukan pemeriksaan, awak kapal pompong yang tengah menarik ratusan tual sagu itu tidak dapat menunjukkan dokumen resmi terkait aktivitas pengiriman tersebut.
Diduga kuat, aktivitas pengiriman sagu secara interlokal di wilayah ini juga dibekingi oleh salah satu oknum aparat.
Pengiriman ini dilakukan dengan cara mengaitkan barisan batang sagu yang dipotong berukuran sekitar 1 meter dengan tali dan disusun memanjang. Lalu ditarik menggunakan kapal pompong hingga ke daerah tujuan.
Terhadap penggagalan pengiriman tual sagu ini, juga telah dilakukan koordinasi bersama dengan Badan Karantina Indonesia di Karimun.
Petugas Pemeriksa Lapangan, Badan Karantina Indonesia Karimun, Bayu Nugroho menyebutkan setiap proses pengiriman komoditi yang berkaitan dengan karantina, harus dilengkapi surat dari daerah asal pengiriman.
“Segala sesuatu yang dimasukan ke wilayah NKRI dari satu daerah ke daerah lain jika berhubungan dengan karantina maka diwajibkan untuk melengkapi surat karantina dari daerah asalnya,” ujar Bayu saat dikonfirmasi, Selasa, 3 September 2024.
Ketentuan tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2019 Tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan yang secara teknis tertuang pada Peraturan Pemerintah 29 tahun 2023 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 21/2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan.
Kelengkapan dokumen ini, kata Bayu, secara substansi akan lebih menjamin keamanan komoditi baik yang akan dibawa dari dalam maupun ke luar daerah lainnya.
“Itu kan melalui proses pemeriksaan, kalau barangnya tidak jelas tidak tahu dari mana asal-usulnya, atau dari tempat lain dengan harga yang tinggi, untuk keuntungan pribadi dan golongan itu yang tidak dibenarkan. Artinya semua harus ikuti aturan, agar tidak menimbulkan permasalahan,” jelasnya.
Terhadap kasus ini, lanjut Bayu, pihaknya akan berkoodinasi dengan unsur-unsur terkait sehingga tidak menimbulkan potensi menggangu sektor pertanian di wilayah Karimun, khususnya di wilayah Kundur, akibat adanya aktivitas ke luar masuknya komoditi tumbuhan berupa sagu yang dapat menjadi media pembawa penyakit bagi tumbuhan.
“Tetap nanti kita akan koordinasi ke semuanya terhadap ini. Khawatirnya ada beberapa potensi yang bagus justru pindah ke daerah lain. Apalagi sampai mengganggu komoditas pertanian, atau dia datangin tumbuhan yang berpengaruh ke tanaman yang lagi produktif,” bebernya.
“Lagi produktif misalnya durian, rambutan. Kalau kena kesitu tentu yang rugi masyarakat kita juga. Jadi intinya jangan karena hanya beda harga 10-20 ribu dampaknya fatal bagi semuanya,” tambah dia.
Sejatinya, apabila pengelolaan bahan baku sagu dilakukan sesuai ketentuan, maka akan dapat menghidupkan Bumdes dan Koperasi, menghasilkan PAD untuk Desa, menjaga Habitat sagu agar tidak punah karena penebangan yang tidak beraturan atau tidak sesuai usia tumbuhan sagu.
Kemudian, dapat menjaga ketahanan pangan berbasis kearifan lokal, serta menghidupkan pabrik pengolahan sagu khususnya yang ada di Kecamatan Belat, guna menyerap tenaga kerja dari penduduk lokal.