Pemerintah sesuai dengan jadwal akan merampungkan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM pada Agustus 2022, dimana beleid itu nantinya akan mengatur pembatasan pembelian BBM bersubsidi, seperti Solar dan Pertalite.
Anggota Komite BPH Migas saat dihubungi mengatakan pemerintah nantinya akan mengatur tentang penggunaan Solar dan Pertalite, atau pembelian Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite yang mengacu pada besaran kapasitas mesin. Selain itu, pemerintah mempertimbangkan fungsi ekonomi dari kendaraan di tengah masyarakat.
“Jadi nanti ada beberapa aspek yang kita atur, salah satunya soal pembelian di SPBU baik itu takaran maupun, kendaraan yang dapat membeli sesuai dengan nilai ekonomisnya,” ujarnya.
Kemudian nanti angkutan barang perlu mendapat rekomendasi yang menunjukkan spesifikasi tertentu dengan kemampuan usaha atau ekonomi pemilik kendaraan. Misalnya, konsumen sektor pertanian, luas lahan yang diolah maksimal 2 hektare, sedangkan sektor perikanan volume angkutan maksimalnya 30 ton.
“Itu semua akan diatur di Perpres, untuk itu kita simulasikan dulu beberapa opsi kemarin,” ujarnya.
Sementara itu Kepala BPH Migas Erika Retnowati dalam siaran persnya mengatakan bahwa Revisi Perpres 191/2014 akan memuat aturan teknis terbaru terkait ketentuan kelompok masyarakat yang berhak untuk menggunakan Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite. Dimana di beleid saat ini Pertalite belum ada aturannya. Sehingga dengan revisi Perpres ini penyalurannya akan lebih tepat sasaran.
“Setelah revisi Perpres keluar, BPH Migas akan menerbitkan regulasi pengendalian pembelian Bahan Bakar Minyak Subsidi jenis solar dan pertalite yang akan mengatur secara teknis di lapangan. Untuk masyarakat ekonomi kelas atas yang menggunakan mobil mewah dipastikan tidak akan menerima BBM Bersubsidi, mobil mewah yang punya orang mampu pasti tidak layak mendapatkan subsidi,” ujar Erika.
Selain merevisi aturan, BPH Migas juga meningkatkan pengawasan atas penyaluran BBM Subsidi yaitu dengan memperkuat peran Pemerintah Daerah dan Penegak hukum, melakukan sosialisasi dengan penyalur yang belum memahami ketentuan, dan menekankan sanksi yang tegas, termasuk mendorong penggunaan IT dalam pengawasan.
“Kedepannya kita memang memerlukan teknologi informasi untuk mengatur BBM subsidi agar tepat sasaran dan mencegah penyelewengan distribusi di lapangan, sehingga perlu menggunakan pencatatan elektronik yang dapat mengidentifikasi penggunaan dan penyalurannya di titik serah penyalur (ujung nozzle) oleh Badan Usaha” tutup Erika.