Di bawah langit biru Kepulauan Riau, suara langkah para pesilat segera kembali bergema. Sebuah gerakan besar tengah dipersiapkan oleh Persatuan Pencak Silat Indonesia (PPSI) Kepulauan Riau, yang baru saja dilantik, untuk menghidupkan kembali silat tradisi yang telah menjadi bagian dari jiwa Melayu. Kota Tanjungpinang, dengan sejarah panjangnya, dipilih menjadi panggung utama untuk kebangkitan ini.
“Ini bukan sekadar acara, ini adalah panggilan dari hati nurani kita untuk menjaga warisan nenek moyang,” ungkap Syahrim, Ketua DPW PPSI Kepulauan Riau, dengan semangat yang menyala-nyala.
Ia mengungkapkan optimismenya untuk mengukir sejarah baru melalui pemecahan rekor MURI dalam kategori silat tradisi. “Kita tidak hanya akan menari dalam irama silat, tetapi juga berjuang untuk kelestariannya.”
Pagelaran besar ini akan dimulai dari Pulau Paku, tempat yang tidak hanya indah, tetapi juga sarat makna sejarah. Di sinilah, pada masa lalu, perjuangan besar dipimpin oleh Raja Haji yang mengantarkan kemenangan perang Riau. Kini, pulau ini akan menjadi saksi perjuangan lain, sebuah perjuangan untuk mempertahankan warisan budaya yang berharga.
Namun, ambisi PPSI Kepri tidak berhenti di sana. Tanjungpinang akan disulap menjadi panggung raksasa bagi Regalia Pagelaran Silat Tradisi, dengan setiap sudut kota menjadi latar yang indah. Dari Tepi Laut yang memesona hingga Monumen Kapal di Bandara, dari Taman Batu 10 hingga Taman Migas, setiap lokasi dipilih untuk menghidupkan kembali semangat silat di hati masyarakat.
Ketua Lembaga Pelestari Nilai Adat dan Tradisi Kepulauan Riau, Dato’ Sri Perdana Yoan S. Nugraha, dengan penuh antusiasme menyambut rencana ini. “Ini adalah momentum yang luar biasa. Saya yakin, kebangkitan silat ini tidak hanya akan memperkaya budaya dan pariwisata Tanjungpinang, tetapi juga menyalakan kembali semangat kejayaan Melayu dalam dunia bela diri,” kata Yoan, penuh harap.
Tahun 2025 mungkin akan menjadi tahun bersejarah bagi Tanjungpinang, saat ribuan pesilat dari seluruh negeri bersatu di bawah satu bendera, melestarikan silat tradisi yang telah mengalir dalam darah mereka. Ini bukan hanya soal memecahkan rekor, tapi juga memecahkan batasan-batasan yang membatasi kita dari mengenali dan mencintai budaya sendiri.