Kabag Tapem Pemkab Karimun, Zulkhairi alias Alex, terbukti bersalah melakukan tindak pidana Pemilu pada Pilkada Kepri 2024 lalu.
Atas kasus pelanggaran netralitas ASN tersebut Zulkhairi divonis satu bulan kurungan penjara dan denda Rp 5 juta oleh Pengadilan Negeri Karimun.
Jaksa eksekutor Kejaksaan Negeri Karimun bahkan telah melakukan eksekusi terhadap putusan tersebut, Kamis, 3 Januari 2025.
Eksekusi dilakukan di Kantor Kejaksaan Negeri Karimun pada Kamis malam pukul 21.30 WIB dan dilanjutkan dengan pengiriman terpidana ke Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II B Tanjung Balai Karimun.
Baca Juga
Baca juga: Menanti Kepastian Hukum Dugaan Kasus Tindak Pidana Pemilu Kabag Tapem Karimun
Zulkhairi tiba di Kantor Kejaksaan Negeri Karimun pada pukul 18.30 WIB dan secara kooperatif menyerahkan diri kepada jaksa eksekutor. Proses eksekusi ini dipimpin langsung oleh Kepala Seksi Pidana Umum, Jumieko Andra dan berjalan lancar.
Eksekusi ini didasarkan pada Putusan Pengadilan Tinggi Kepulauan Riau Nomor 285/PID.SUS/2024/PT TPG tertanggal 19 Desember 2024. Dalam putusan tersebut, Pengadilan Tinggi mengubah amar putusan sebelumnya dari Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun Nomor 207/Pid.Sus/2024/PN Tbk tertanggal 12 Desember 2024. Zulkhairi dijatuhi hukuman pidana penjara selama satu bulan dan denda sebesar Rp5.000.000. Apabila denda tidak dibayarkan, akan diganti dengan pidana kurungan selama 20 hari.
Kasus ini terkuak dari adanya laporan pelanggaran netralitas ASN yang dilakukan Zulkhairi selama Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kepulauan Riau 2024. Zulkhairi dilaporkan ke Bawaslu Karimun atas dugaan mendukung salah satu pasangan calon.
Baca juga: Menanti Kepastian Hukum Dugaan Kasus Tindak Pidana Pemilu Kabag Tapem Karimun
Zulkhairi diduga mengarahkan para lurah di Kabupaten Karimun untuk memberikan dukungan politik. Dugaan ini semakin kuat setelah rekaman suara yang berisi arahan politik Zulkhairi beredar luas di media sosial.
Selain itu, Zulkhairi juga dilaporkan oleh Lurah Sungai Pasir, Ajmain, atas dugaan pengancaman terkait rekaman suara tersebut. Aksi ini dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap netralitas ASN sesuai dengan Pasal 148 ayat (5) UU RI Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
“Kasus ini menjadi pembelajaran penting bagi seluruh ASN untuk tetap netral dan tidak terlibat dalam politik praktis, terutama dalam mendukung pasangan calon dalam pemilihan umum,” ungkap Jaksa Eksekutor Jumieko Andra.