Seorang pemuda bernama M. Riyadi alias Yadi (27) sempat dijadikan tersangka atas kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap istrinya yang terjadi sekitar dua bulan lalu.
Kasus ini pun bergulir hingga masuk pelimpahan kasus ke Kejaksaan Negeri Batam. Setelah proses yang sedemikian rupa, alhasil kasus ini berujung kesepakatan antara korban dan tersangka sepakat melakukan restorative justice.
“Korban pun akhirnya memaafkan perbuatan pelaku sehingga lewat restorative justice kasus diberhentikan dan dihadiri perangkat RT/RW,” ungkap Kepala Kejaksaan Negeri Batam, Polin Oktavianus Sitanggang, Senin (7/2) kemarin.
Dia mengatakan, setelah melakukan pemeriksaan berkas perkara terhadap pelaku, pihaknya kemudian mengambil inisiatif dan memberikan arahan kepada pelaku.
“Sampai saat ini program restorative justive, masih tetap berlaku. Jadi dengan program ini kasus yang bisa diselesaikan secara kekeluargaan, kita selesaikan secara kekeluargaan,” kata Polin.
“Melalui virtual disaksikan oleh Jaksa Agung Muda tindak pidana umum dr. Fadil Zumhana perkara ini resmi diberhentikan dengan menerbitkan surut ketetapan penghentian penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan lewat Restorative Justive dan peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020,” tambah dia.
Sementara itu, pengakuan M. Riyadi, dirinya sempat mendekam di balik jeruji besi Polsek Batam Kota selama dua bulan terakhir.
“Saya kesal melihat istri karena tidak ada balas pesan Whatsapp dan juga tidak mengangkat saat dihubungi. Jadi saya khilaf dan menampar istri saya,” kata dia.
Selain itu ia juga diketahui memiliki seorang anak yang membutuhkan kehadiran orangtua, untuk mengasuh anaknya.
Atas kasus tersebut ia disangkakan pasal KDRT atau 351 tentang penganiayaan dengan ancaman hukuman 2,8 tahun penjara.
Diketahui pihak kejaksaan pada tahun 2022 ini baru pertama menyelesaikan perkara restorative justice kasus KDRT.
“Jadi ke depan kita akan upayakan terus, untuk kasus lainnya yang memenuhi unsur dari program tersebut,” pungkas Polin.