Porsi anggaran daerah Kabupaten Karimun pada tahun 2025 diprediksi akan minus bahkan hingga mencapai Rp 142 miliar.
Akibatnya, sejumlah kegiatan bersifat wajib justru terancam tidak bisa untuk dilaksanakan di tahun mendatang. Hal ini tentu menghambat realisasi berbagai pembangunan di negeri berjuluk bumi berazam.
Kondisi ini relevan dengan apa yang disampaikan calon Bupati Karimun nomor urut 3, Bakti Lubis, dalam agenda debat publik kedua yang berlangsung Kamis, 14 November 2024 kemarin.
“Berdasarkan peraturan Menteri Keuangan terbaru tentang porsi anggaran Kabupaten Karimun terdapat kekurangan anggaran yang cukup signifikan. Bahkan untuk urusan wajib saja kita masih kekurangan Rp 142 miliar,” ungkap Bakti.
Baca Juga
Baca juga: Menakar Rasionalitas Pemerintahan Berwawasan Wirausaha Ala Bakti – Raja
Dari catatan yang diperoleh, kondisi keuangan daerah di sektor PAD meliputi pajak daerah Rp 305,14 miliar, retribusi daerah Rp 99,85 miliar, BUMD Rp 3,09 miliar dan lain-lain & PAD sebesar Rp 1,9 miliar. Total akumulasi mencapai Rp 409,98 miliar.
Kemudian, transfer dana pusat dan provinsi meliputi DBH Rp 101,8 miliar, DAU Rp 483 miliar, DAK Fisik Rp 41 miliar, DAK Nonfisik Rp 150,6 miliar, bagi hasil provinsi Rp 53,8 miliar DID (insentif) Rp 16 miliar dan Dana Desa (DD) Rp 36 miliar. Total akumulasi Rp 804 miliar.
Pendapatan daerah tercatat Rp 1.213 miliar dengan silva Rp 60 miliar. Sehingga gambaran total anggaran hanya berjumlah Rp 1.273 miliar.
Besaran anggaran ini memiliki selisih yang cukup signifikan dari asumsi APBD Karimun tahun 2025 yang tercatat yakni sebesar Rp 1,3 Triliun.
Dari sisi pengeluaran, dana bebas hanya memiliki kemampuan sebesar Rp 453 miliar. Sementara peruntukan dalam pengeluaran bersifat wajib totalnya mencapai Rp 595 miliar.
Anggaran Rp 595 miliar itu di antaranya TPP 1 tahun Rp 195 miliar, utang TPP Rp 45 miliar, utang kegiatan proyek Rp 80 miliar, ADD Rp 56 miliar, honor 1 tahun Rp 132 miliar (Rp 11 miliar per bulan), insentif daerah Rp 14 miliar (upah pungut).
Kemudian IKU OPD Rp 50 miliar (harus mengakomodir 44 OPD), BPJS Rp 23 miliar dimana tahun 2024 justru banyak yang tidak dibayarkan akibat kondisi keuangan yang tidak cukup.
Dapat disimpulkan, untuk memenuhi pengeluaran yang bersifat wajib saja kondisi keuangan daerah Karimun mengalami minus hingga Rp 142 miliar.
Parahnya lagi, ini belum termasuk kegiatan teknokrat kepala daerah dan wakil kepala daerah, pokok pikiran (pokir) pembangunan DPRD yang diusulkan masyarakat.
Kemudian, bantuan instansi vertikal, MUI, LPTQ, BAZNAS, IPHI, LAM, KONI, Pramuka, PMI, KPID, Yayasan Kanker Indonesia, dan sejumlah usulan anggaran kegiatan sosial masyarakat serta operasional OPD.
Oleh karena itu, Bakti menganggap, solusi yang tepat dalam mengurai permasalahan keuangan daerah dengan mengoptimalkan seluruh potensi pendapatan di berbagai sektor baik bidang industri, pertambangan, pariwisata dan pertanian atau agrobisnis.
Ia juga menyebut, saat ini telah ada investor yang tertarik untuk mendukung pembentukan kawasan industri demi mendorong siklus ekonomi di Karimun yang jauh lebih baik.
“Kami lebih tertarik untuk mengurai ini dengan membentuk 4 BUMD yang telah kami tuangkan dalam visi misi kami,” katanya.
“Kalau hanya cerita program demi program, keunggulan demi keunggulan tapi tidak ada duitnya itu hanya cerita belaka,” tambahnya.
Ia menambahkan, kondisi keuangan daerah yang sangat minim ini harus segara mendapat solusi, karena jika tidak berbagai pembiayaan yang bersifat tidak wajib juga tidak bisa direalisasikan.
“Jika kondisi ini tidak dicarikan solusi dan menjadi kenyataan di 2025, maka pembiayaan yang bersifat tidak wajib seperti TPP Pegawai tidak bisa dibayarkan,” jelas Bakti pada kesempatan berbeda.