Majelis hakim Pengadilan Negeri Karimun menolak seluruh eksepsi (keberatan) para tergugat dugaan perbuatan melawan hukum (PMH). Hal itu disampaikan dalam sidang putusan sela, Kamis (10/3).
Tergugat yakni Kejagung dan Polri sebelumnya mempertanyakan kewenangan majelis hakim PN Karimun untuk memutus perkara perdata yang dilayangkan anak dari korban pembunuhan tahun 2002 silam.
Humas PN Karimun, Alfonsius J.P Siringo Ringo, mengatakan dalam putusan itu majelis memerlukan adanya pembuktian lebih lanjut untuk dapat menentukan perkara ini masuk dalam ranah perdata atau tidak.
“Jika dalam putusan sela perdata ada yang berkaitan dengan pokok perkara dan bukan pokok perkara. Seperti kewenangan pengadilan,” kata Alfonsius.
Pembuktian itu, kata dia, bisa saja berkaitan dengan pembuktian surat ataupun saksi untuk dapat melihat apakah perkara yang tengah bergulir masuk perkara perdata atau tidak.
“Jadi dengan diputusnya tadi, bahwa putusan sela menolak eksepsi dari tergugat itu membutuhkan pembuktian lebih lanjut yaitu bukti surat, bukti saksi,” ungkapnya.
Sementara kuasa hukum penggugat, Jhon, menyatakan jika para tergugat menyatakan bahwa gugatan perkara ini bukan menjadi ranah PN Karimun melainkan PTUN.
“Mereka menanggapi bahwa gugatan kita ini ‘salah kamar’, itu isi eksepsi mereka. Tapi tadi hakim melihat dan menilai bahwa eksepsi mereka itu ditolak. Artinya perkara ini tetap dilanjutkan dalam ranah peradilan umum,” jelasnya.
Kendati demikian, eksepsi para tergugat tetap akan menjadi bahan perhitungan hakim saat memutus perkara yang menggugat Presiden, Kejagung dan Polri itu.
“Pada akhirnya eksepsi mereka nanti akan diperhitungkan pada putusan dalam perkara ini,” terangnya.
Menurutnya, perkara ini menarik jika dilihat dari perspektif peradilan hukum. Sebab, terdapat putusan hakim yang justru tidak dilaksanakan oleh para penegak hukum.
“Putusan itu memerintah polisi dan jaksa untuk menahan turut tergugat I dan II (AE dan AF) dan melakukan proses penyidikan sesuai hukum acara pidana,” katanya.
“Tapi sampai sekarang tidak dilaksanakan. Nah, akibat dari perbuatan yang terjadi pada April 2002 di mana terjadi pembunuhan berencana terhadap korban Taslim alias Cikok. Di sini tersangkanya itu ada 7 orang dan ditambah 2 oleh pengadilan. 5 DPO dan 2 sudah menjalani hukuman, sementara putusan terhadap 2 tersangka lain, ini yang tidak dilaksanakan. Ini juga menimbulkan kerugian materil anak dari korban,” jelasnya.