Sampan apolo menjadi salah satu karya budaya Tanjungpinang yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia 2024.
Mengutip laman Dinas Kebudayaan Provinsi Kepulauan Riau, sampan apolo adalah sebutan untuk sampan yang dapat meluncur diatas lumpur berair saat laut surut.
Melihat kondisi alam Tanjungpinang yang berbukit-bukit dan memiliki pantai yang landai menyebabkan air pasang surut sangat jauh. Walau demikian tidak menyebabkan pantainya kering, akan tetapi air laut surut yang dangkal itu tidak dapat dilalui oleh alat transportasi sampan berlunas.
Sampan berlunas pada posisi air surut akan miring karena posisi air menyebabkan sampan tidak mengambang. Disamping itu bagian lunas akan tenggaelam kedalam lumpur sehingga sulit ditarik. Oleh karena itu masyarakat Tanjungpinang melakukan sebuah rekayasa dan inovasi bentuk sampan.
Baca: Sampan Apolo hingga Baju Pesak Enam dan Belah Bentan Ditetapkan Sebagai WBTb Indonesia 2024
Bentuk yang diambil adalah sampan yang tidak berlunas. Bentuk sampan ini rata pada bagian bawahnya. Dengan bentuk demikian sampan ini dapat mengarungi air yang dangkal.
Fungsi Sampan Apolo bagi masyarakat Tanjungpinang adalah sebagai alat trasportasi untuk alat angkut orang, sarana nelayan, dan alat angkut barang. Sampan jenis ini sudah dipakai masyarakat Tanjungpinang sejak masa Pulau Penyengat dihuni oleh pembesar Kerajaan Melayu Riau Tahun 1804.
Semakin hari semakin ramai orang yang berdiam di Penyengat dan sekitarnya. Apalagi setelah kerajaan Riau Lingga yang ada di Daik pindah dari Daik ke Penyengat Tahun 1886.
Berpindahnya Ibu Kota Kerajaan itu berpengaruh pada kehidupan masyarakatnya, kebutuhan alat transportasi yang paling mudah dan ringkas pembuatannya adalah Sampan Apolo.