Saksi ahli hukum pidana, DR Yongki Fernando, dalam perkara gugatan dugaan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) menilai janggal atas tidak dilaksanakannya putusan hakim terkait penetapan dua orang tersangka yakni AE dan AF dalam kasus pembunuhan terhadap Taslim alis Cikok pada 20 tahun silam.
Menurutnya, hal tersebut berdasar pada tidak dijalankannya putusan hakim dengan jangka waktu diterbitkannya Surat Penetapan Penghentian Penyidikan (SP3) perkara pembunuhan yang terjadi di kawasan pasar malam Karimun pada tahun 2002 silam.
โPenetapan (AE dan AF) sudah hampir 20 tahun lamanya. Lalu mditerbitkan SP3 pada tahun 2020. Jadi kami menilai hal ini tidak normal dan tidak wajar,โ kata Yongki saat memberikan keterangan di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Karimun, Kamis (31/3).
Justru, kata Yongki, adanya penerbitan SP3 itu, bisa menjadi salah satu faktor untuk membawa perkara ini dalam gugatan praperadilan.
Baca Juga
โKarena merujuk darpada penetapan hakim (2003). Misalkan ada satu peristiwa pidana yang satu didasarkan pada laporan (umum) yang terjadi di luar Pengadilan, dengan dibandingkan kalau yang terjadi di muka persidangan pidana. Itu justru jauh lebih mudah penyidikannya dilakukan karena atas temuan yang ada di muka persidangan, dibandingkan dengan atas laporan yang secara umum di luar pegadilan,โ terangnya.
Ia juga menyoroti poin dalam materi gugatan dalam perkara ini, terutama terkait tanggapan pihak penggugat bahwa telah melaksanakan perintah dari penetapan itu.
โMaka tadi saya katakan dalam โasumsiโ. Kalau memang itu telah dilaksanakan dengan asumsi itu bukan memang bukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Tapi pada penutup persidangan, saya mulai terbuka lagi ketika hakim membuka berkas. Dalam berkas itu hakim melihat, bahwa ini loh penetapan hakimnnya tahun sekian, kok SP3-nya di tahun 2020. Ini tidak wajar setelah saya tau itu,โ ucap dia.