Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Batam, Rafki Rasyid, angat bicara soal Peraturan Kementerian Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022.
Aturan tersebut di antaranya menyebutkan pencairan jaminan hari tua atau JHT diberikan ke pekerja saat berusia 56 tahun. Di mana kebijakan ini menimbulkan polemik dan dinilai tidak berpihak pada buruh. Terkhusus di Batam, baru-baru ini buruh menggelar aksi unjuk rasa di kantor BPJS Ketenagakerjaan.
“Kita memahami keinginan pemerintah mengembalikan fungsi JHT sebagai jaminan untuk hati tua para pekerja/buruh. Kita ikut paham terkait keberatan teman dari buruh,” ungkap Rafki, pada kepripedia, Sabtu (19/2).
Menurutnya dulu JHT bisa dicairkan ketika terjadi PHK, sekarang sudah tidak bisa lagi. Hal ini lah yang menjadi kekhawatiran pekerja.
Kendati demikian, menurutnya, pemerintah telah mengeluarkan program baru yakni Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Besarannya 45 persen dari upah yang diterima untuk tiga bulan pertama dan 25 persen untuk bulan ke empat sampai bulan ke enam.
Namun ini tentunya sifatnya jangka pendek, jika kemudian pekerja tersebut tidak mendapatkan pekerjaan selama bertahun tahun tentunya berisiko jatuh ke jurang kemiskinan.
Maka pemerintah juga sebaiknya mempertimbangkan hal ini. Jika JHT bisa dicairkan maka pekerja bisa membuka usaha sendiri jika misalkan tidak bisa lagi mendapatkan pekerjaan.
“Termasuk juga untuk usia pekerja yang sudah tidak memungkinkan lagi mencari pekerjaan baru. Mereka tentunya akan memilih membuka usaha sendiri untuk menopang hidupnya,” kata Rafki.
Dijelaskan, setidaknya aturan yang dibuat tersebut lebih fleksibel. Sebab pekerja yang tidak bisa lagi mendapatkan pekerjaan karena usia, kurangnya keahlian, dan alasan lainnya sebaiknya tetap dipertimbangkan untuk bisa mencairkan JHT nya sebelum usia 56 tahun.
“Karena itu hak mereka sehingga sudah seharusnya bisa mereka pergunakan untuk kebutuhan mereka ataupun memulai usaha sendiri,” jelasnya.
Saat ditanya terkait kriteria mendapatkan JKP sungguh rumit tidak semua perusahan mampu atau mau memenuhi kewajiban tersebut saat tidak pasti usaha di tengah pandemi COVID-19.
Rafki mengakui masalah tersebut agak rumit karena regulasi baru saja diterapkan. Untuk itu dirinya mengimbau pemerintah dan BPJS untuk turun ke lapangan lebih gencar lakukan sosialisasi.
“Kuncinya BPJS dan pemerintah lebih gencar turun dan sosialisasikan program JKP ini ke perusahan dan para pekerja,” ajak dia.