Menjaga Gizi Masyarakat dan Anak Suku Laut di Lingga

Gizi merupakan salah satu hal yang menjadi perhatian setiap orang untuk tubuh yang sehat. Kecukupan gizi di masyarakat khususnya anak-anak ini bahkan mendapat atensi baik dari pemerintah hingga berbagai pihak.

Wajar saja, jika terjadi gizi buruk dalam lingkungan masyarakat, tentu sangat berpengaruh terhadap berbagai sektor, mulai dari pendidikan hingga ekonomi. Terlebihnya bagi usia anak-anak yang menjadi penerus tongkat estafet bangsa.

Kenapa begitu penting, gizi masyarakat pada umumnya sangat memiliki keterkaitan dengan angka stunting yang kini tengah gencar untuk dientas.

Ray Wagiu Basrowi
Medical Science Director Danone Indonesia, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MMK. Foto: Dok AMSI

Menurut Medical Science Director Danone Indonesia, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MMK, stunting merupakan kondisi di mana pertumbuhan tinggi anak kurang dari umurnya. Gangguan pertumbuhan ini dapat disebabkan kurang gizi menahun atau malnutrisi kronis.

โ€œFaktor resiko dan potensi stunting dapat disebabkan status gizi ibu, status kesehatan ibu selama kehamilan, praktik menyusui, periode pemberian ASI ekslusif dan sebagainya,โ€ ujar dr Ray dalam seminar stunting dan nutrisi yang ditaja Danone Indonesia dan AMSI, Kamis (29/9) lalu.

Permasalahan stunting dan gizi buruk ini menurutnya menjadi ancaman bagi masa depan.

Melihat studi dari WHO dan UNICEF, bahwa kalau satu negara itu persentasi stuntingnya masih di atas 20%, itu masalah kesehatan masyarakat yang sangat besar suatu negara.

Sementara Indonesia sendiri, angka stunting pada tahun 2021 menyentuh angka 24 persen.

โ€œBukan cuma warning lagi, tapi sudah menjadi ancaman terhadap public health, ancaman terhadap masa depan Indonesia,โ€ sebutnya.

Dari sana, gizi masyarakat dan anak memang menjadi suatu keharusan untuk terus dikawal. Mengingat dampaknya pada berbagai lini, khususnya pertumbuhan anak sebagai generasi penerus.

Gizi Masyarakat dan Anak Suku Laut di Lingga

Perhatian terhadap gizi dan pencegahan stunting sudah merupakan aksi nasional yang menyentuh seluruh daerah di Indonesia. Termasuk di Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau.

Berada di wilayah maritim Kepulauan Riau, Kabupaten Lingga juga terdiri dari banyak gugusan pulau. Berdasarkan data profil pemerintah daerah Kabupaten Lingga, total ada 531 pulau, dan 84 pulau di antaranya berpenghuni dengan total penduduk sekitar 100 ribu jiwa lebih.

Dari puluhan pulau hunian yang ada di Lingga tersebut, beberapa di antaranya didiami oleh masyarakat suku laut atau dikenal Komunitas Adat Terpencil (KAT). Seperti di Pulau Lipan, Penuba, hingga di Pulau Tajur Biru, Temiang Pesisir.

Kondisi geografis yang sedemikian menjadi tantangan tersindiri dalam monitor gizi masyarakat. Khususnya di wilayah yang letak pulaunya jauh dari pusat pemerintahan dan terpisah lautan yang luas.

Selain itu, kehidupan sosial, tradisi, dan kepercayaan tertentu masyarakat di pulau-pulau juga berbeda-beda. Begitu pun di masyarakat suku laut.

Anak Suku Laut
Tim kepripedia bersama anak suku laut di Pulau Lipan, Penuba. Foto: Hasrullah/kepripedia.com

Hal itu pun diakui Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DKPPKB), Kabupaten Lingga, Rafles.

Ia menyebutkan, ada sejumlah kendala dalam menjalankan berbagai program gizi masyarakat di wilayah dengan geografis kepulauan. Mulai dari transportasi hingga cuaca.

โ€œKita kadang mengumpulkan dulu, nanti turunnya (ke pulau-pulau) sekaligus,โ€ ujar Rafles.

Sementara khusus masyarakat suku laut atau KAT, lanjut dia, juga memiliki kendala tersendiri. Seperti sebagian yang masih nomaden atau berpindah-pindah tempat tinggal.

โ€œJuga komunikasi kita dengan mereka mungkin masih jadi kendala,โ€ sebutnya.

orang laut
Suku laut di Lingga. Foto: Dok Disbudpar Kepri

Dijelaskannya secara umum strategi pembinaan serta pemantauan gizi masyarakat, teknis di lapangan dilakukan di tingkat Puskesmas masing-masing wilayah.

Namun demikian, jika berdasarkan hasil laporan diperlukan dari Dinas kesehatan melakukan program pembinaan, pendampingan dan monitoring, maka pihaknya akan menurunkan tenaga teknis, mulai ahli gizi, dokter, dan dokter anak.

โ€œKondisional dengan kebutuhan. Akan siapkan kegiatan jika diperlukan,โ€ lanjutnya.

Selain monitoring dan program penyuluhan, sejatinya ada program bantuan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) khusus untuk anak-anak yang dianggap kekurangan gizi.

Namun, berdasarkan ketentuan yang berlaku, PMT dapat diberikan hanya jika adanya laporan gizi kurang. Sementara sejauh ini kata Rafles, anak usia di bawah 2 tahun dan dianjurkan mendapatkan asi eksklusif minimal 6 bulan dan tidak dianjurkan mendapat makanan tambahan.

โ€œAmanat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang kita teruskan ke Puskemas, kita pesan untuk menganjurkan masyarakat khusunya ibu untuk pemberian asi ekslusif minimal 6 bulan. Tapi kadang susah kita memantau ini,โ€ imbuhnya.

Sementara itu, melihat perkembangan data, kasus stunting di Kabupaten Lingga turun jauh dari tahun sebelumnya sebesar 25,4 persen menurut Survei Status Gizi Masyarakat. Di mana tahun 2022 ini menurut pelaporan elektronik ke kementerian kesehatan (EPPGBM) diukur di bulan Februari 2022 turun menjadi 10,92 persen dan terakhir Agustus 2022 menjadi 7,4 persen.

Melihat itu, Rafles menilai pentingnya semua lini mulai dari Puskesmas setempat, kecamatan, desa, hingga dinas-dinas lainnya secara kontinu melakukan monitoring.

โ€œSaya rasa dengan demikian kita bisa menjaga (gizi) masyarakat bersama-sama,โ€ ujarnya.

Terpisah, Kapala Desa Tajur Biru, Herman Efendi, menyebutkan wilayah desanya di Kampung Baru yang juga dihuni oleh masyarakat suku KAT atau suku laut juga sering mendapat penyuluhan gizi dan juga stunting dari pemerintah. Namun menurutnya ada sebagian yang tidak bisa ikut karena melaut dan turut memboyong keluarganya.

โ€œAda kegiatan dari kesehatan lewat posyandu, sebulan sekali lah. Tapi kan masyarakat itu kan melaut sampai berhari-hari, kadang keluarga dibawanya. Jadi kadang ada yang tidak ikut,โ€ jelas Herman.

Herman pun bercerita, di wilayahnya juga terdapat anak stunting berdasarkan catatan posyandu. Menurutnya hal itu maklum mengingat sebagian masyarakat suku laut yang belum menyadari kadar gizi yang dibutuhkan.

โ€œKarena memang kita maklum, dari segi makan dan sebagainya. Diberitahu juga kita susahkan. Mereka termasuk lah yang mendapat penyulughan gizi ini.โ€

โ€œTapi memang tidak mudah memberikan penyuluhuan ke suku laut tersebutkan, mungkin dari faktor ekonomi dan pendidikan mereka juga,โ€ sebutnya.

Tak hanya sekedar mendapat penyuluhan, Herman menyebutkan masyarakat suku laut di desanya juga mendapat bantuan makanan tambahan bergizi. Misalnya dari pemerintah desa yang menganggarkan Rp 5 ribu per anak setiap bulannya yang kemudian dananya diserahkan ke pihak posyandu untuk diolah menjadi makanan tambahan bergizi.

โ€œNanti pengelola dari posyandu yang buat makanan bergizi untuk anak-anaknya itu,โ€ ungkapnya

Herman berharap masyarakat suku laut mendapat perhatian lebih dan khusus dari pemerintah baik desa hingga provinsi secara bersama-sama. Mengingat latar belakangnya yang kurang dari segi pendidikan, ekonomi, juga termasuk kelayakan tempat tinggalnya.

โ€œTapi sekarang sudah banyak juga anak-anak dari mereka sudah banyak yang sekolah. Kita berharap ada pro aktif bersama, karena kalau penyuluhan saja memang agak lambat diterima oleh mereka,โ€ tambahnya.

โ€œSemoga semua hal untuk mereka semakin lebih baik ya,โ€ tutup Herman.

Tak jauh berbeda, Kades Temiang, Hamid, menyebutkan bahwa suku laut di daerahnya juga sudah mendapat berbagai program penyuluhan terkait gizi dan stunting.

Namun, ia mengklaim wilayahnya tidak ada yang mengalami gizi buruk maupun stunting.

โ€œtidak ada,โ€ ujarnya saat ditanya mengenai status gizi warga suku KAT di tempatnya.

Ia pun berharap kondisi kesehatan masyarakat di desanya senantian baik-baik saja. Hamid pun menyebut masalah gizi dan kesehatannya sudah baik tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Selain itu, warga pun kerap menerima bantuan gizi atau makanan tambahan dari pemerintah.

โ€œAlhamdulillah aman. Kalau gizi biasanya dari puskesmas terdekat,โ€ ujar Hamid.


Penulis: | Editor: Redaksi


Share This Article

TERBARU

What's New

POPULER

What's Hot