Anggota DPD/MPR RI atau senator asal Riau Edwin Pratama Putra mengungkapkan Provinsi Riau bisa merugi 10 persen atau 10-15 triliun jika larangan ekspor CPO di perpanjang pemerintah.
“Dengan kebijakan ini tentu ada sisi baik dan kurang baiknya, jika kita bicara Provinsi Riau kebijakan ini tentu akan mengurangi potensi pendapatan Riau hampir 10 persen atau dikisaran 10 – 15 triliun pertahunnya, karena kita merupakan produsen terbesar di Indonesia,” ujar Edwin Pratama Putra, anggota DPD / MPR RI asal Riau.
Hal tersebut diungkapkannya dalam dialog bertema Negeri harapan yang ditayangkan secara streaming di Indonesia Terbilang Televisi membahas tentag dampak ekspor Crude palm oil (CPO) minyak nabati mentah dari kelapa sawit dan minyak goreng bagi Provinsi Riau yang merupakan, daerah penghasil sawit terbesar dengan produksi mencapai 8,63 juta ton dan menyumbang 18,67% kelapa sawit nasional pada tahun 2021 yang lalu.
Dalam dialog yang dipandu oleh mantan komisioner KPU Riau Doktor Nurhamin tersebut, menghadirkan tiga orang pembicara diantaranya Senator asal Riau Edwin Pratama Putra, Pegamat ekonomi Doktor Edyanus Herman Halim dan Wartawan perempuan senior asal Riau yang juga Kepala Biro LKBN Antara Kalimantan Barat Evy Ratnawati Samsir.
Senator muda ini menilai kebijakan yang diambil oleh pemerintah tersebut jika akan terus berlanjut maka, akan sangat memberikan dampak negatif bagi pengusaha dan petani kelapa sawit di Provinsi Riau dan hal itu tentunya harus benar-benar dipertimbangkan oleh pemerintah pusat.
“Sisi baiknya, barangkali harga CPO dalam negeri dapat ditekan tapi kalau soal kelangkaan sampai saat ini saya kira masih terjadi kelangkaan di beberapa daerah,” ujarnya.
Sementara itu pengamat ekonomi Doktor Edyanus Herman Halim menilai apa yang terjadi saat ini, tentunya akan memberikan dampak ekonomi yang besar tidak hanya Provinsi Riau namun lebih dari itu adalah Indonesia sebagai salah satu pemasok minyak kelapa sawit terbesar di dunia.
“Dalam hal ini permasalahan ekonomi ini lahir karena adanya pegelolaan yang buruk oleh beberapa lembaga, karena kebijakan ini seharusnya tidak perlu terjadi jika stakeholder dapat bersama-sama menjamin tata kelola pemerintahan yang baik, kita beruntung kejaksaan teliti dalam hal ini dan menemukan persoalan yang tentunya memberikan dampak yang sangat besar dalam persoalan minyak goreng ini,” ujarnya.
Selaku wartawan senior yang bekerja di perusahaan plat merah, Kepala Biro LKBN Antara Kalimantan Barat Evi Ratnawati menilai apa yang dilakukan oleh pemerintah saat ini dalam larangan ekspor oleh Presiden merupakan langkah yang tepat ditengah kondisi masyarakat yang saat ini sedang dalam kondisi ekonomi yang baru mulai bangkit setelah dihantam pandemi.
“Tentu setiap kebijakan yang diambil ada resiko, ada penilaian positif dan negatif, tapi kami dari media tentunya menilai selama kebijakan tersebut memberi dampak yang baik bagi khalayak ramai akan memberikan dampak positif juga bagi pemerintah dan pemimpin,” ujarnya.
Dalam kegiatan yang ditaja dengan dialog di salah satu hotel di Kota Pekanbaru tersebut, juga memberikan kesempatan kepada beberapa perwakilan mahasiswa dari perguruan tinggi yang ada di Pekanbaru. Kegiatan yang ditaja oleh televisi streaming tersebut bertajuk Dendang CPO dalam Drama Kebangsaan bersama Energi Positif Untuk Indonesia Terbilang.