Korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), Yoshiko, mengaku kecewa dengan tuntutan 10 bulan penjara yang diusulkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap terdakwa, Sam’on.
Menurutnya, tuntutan hukuman ini tidak setimpal dengan tindakan terdakwa yang tak lain adalah suaminya sendiri, karena tega melakukan KDRT terhadap dirinya dan anaknya sendiri.
“Saya sangat kecewa dengan tuntutan hukuman 10 bulan yang sangat ringan itu,” ucapnya di Tanjungpinang, Kamis (16/2).
Yoshiko menilai tuntutan tersebut tidak adil baginya. JPU hanya mendakwa terdakwa pada UU KDRT saja. Padahal, faktanya terdakwa juga melakukan penganiayaan terhadap anaknya sendiri yang masih dibawah umur.
“Bagi saya itu hal yang tidak wajar. Karena kasus ini tidak hanya KDRT, melainkan juga pemukulan anak dibawah umur, yaitu anak saya. Bagaimana konsepnya, sehingga dalam persidangan kasusnya hanya KDRT saja,” ungkap Yoshiko.
Baca: KDRT Istri dan Anak, WNA Singapura Ini Dituntut Hukuman Ringan
Lebih jauh, ia menceritakan JPU menilai bahwa pemukulan anak dibawah umur merupakan perbuatan yang tidak berat. Padahal, terdakwa Sam’on telah memelintir tangan anaknya, hingga tidak bisa melakukan aktivitas sekolah.
Selain itu, anaknya yang masih duduk dibangku SMA itu juga dipukul oleh terdakwa, di bagian bibir hingga pecah sepanjang 2 sentimeter. Namun, JPU malah menilai bahwa luka di bagian bibir anaknya, merupakan luka ringan.
“Pecah dibilang lecet, bisa liat di BAP nya. Kalau mau meringankan pihak Sam’on jangan gunakan bahasa seperti itu, saya hanya meminta keadilan. Masa 10 bulan, apa bisa membuat jera,” ungkapnya.
Selain itu, lanjut Yoshiko, dirinya juga merasa kecewa, terkait sidang pembacaan tuntutan yang seolah-olah sengaja disembunyikan oleh JPU. Ia mengaku, sempat menanyakan JPU tentang jadwal sidang pembacaan tuntutan ini. Saat itu, JPU menyatakan bahwa sidang tersebut sudah selesai sejak pukul 09.00 WIB, Rabu kemarin.
Namun, betapa kagetnya ia yang telah menunggu sidang tersebut sejak pagi, tetapi tidak bisa menyaksikan.
“Lalu saya tanya ke pengacara Sam’on, katanya belum sidang, ada apa ini. Yang jelas, saya tidak bisa liat sama sekali. Ada atau tidak sidangnya saya juga tidak paham,” kata Yoshiko.
Disamping itu, Yoshiko juga heran dengan sikap JPU yang menilai bahwa ia telah memaafkan terdakwa Sam’on. Padahal di setiap agenda persidangan, terdakwa sama sekali tidak pernah meminta maaf kepada Yoshiko.
“Kenyataanya tidak, saya maafkan kasus pemukulan dulu, yang sekarang tidak. Tidak ada perdamaian kali ini,” tegasnya.
Dia berharap, Majelis Hakim PN Tanjungpinang memberikan hukuman seadil adilnya kepada terdakwa WNA asal Singapura ini.
“Sesuai aturan yang berlaku, karena kita warga Indonesia dianiaya oleh warga asing,” demikian Yoshiko.