Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin membuka opsi pulau Galang yang terletak di Kota Batam sebagai tempat penampungan pengungsi Rohingya.
Hal ini menyusul penolakan masyarakat di sejumlah wilayah di Sumatera terkait kedatangan pengungsi Rohingya beberapa waktu lalu, di antaranya penolakan yang terjadi di Aceh.
“Penempatannya di mana? Dulu kita punya Pulau Galang, nanti kita bicarakan lagi apa akan seperti itu,” ujar Ma’ruf Amin dikutip dari unggahan youtube Wakil Presiden Indonesia.
Wapres Maruf Amin mengatakan kedatangan pengungsi Rohingya yang mendapatkan penolakan dari masyarakat di Aceh, Riau, dan Medan merupakan permasalahan kemanusiaan yang harus ditanggulangi bersama antar-pemangku kepentingan.
Pemerintah Indonesia yang diwakili Menkopolhukam Mahfud MD juga sudah melakukan rapat pembahasan solusi tersebut dengan Komisariat Tinggi PBB urusan Pengungsi (UNHCR) yang memiliki tanggung jawab atas masalah pengungsian.
“Selama ini kan tidak mungkin kita menolak, tetapi juga tentu kita mengantisipasi jangan sampai ada penolakan dari masyarakat, juga bagaimana supaya mengantisipasi jangan sampai terus semuanya lari ke Indonesia. Itu jadi beban,” katanya.
Ma’ruf yang baru saja kembali dari kunjungan kerja ke Yunani pada pekan lalu, menyebut kehadiran pengungsi Rohingya juga menjadi masalah serupa di sejumlah negara.
“Sebenarnya bukan hanya ke sini, kemarin saat berkunjung ke Yunani. Yunani menghadapi juga situasi serupa, ke Eropa itu masuk ke Yunani juga. Mereka seperti kita menghadapi kesulitan, tapi bagaimanapun juga ini masalah kemanusiaan yang harus ditanggulangi,” katanya.
Dalam pernyataannya, UNHCR menghitung ada 3.705 orang Rohingya yang melakukan perjalanan laut sepanjang tahun 2022, yang merupakan jumlah terbanyak sejak tahun 2015.
Kemenkopolhukam RI melaporkan sebanyak 1.487 pengungsi etnis minoritas dari Myanmar itu berkumpul di Indonesia per Senin (4/12).
Sementara itu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md memastikan pulau Galang tidak akan menjadi tempat pengungsi Rohingya.
“Ndak (pengungsi Rohingya di pulau Galang), justru jangan sampai seperti pulau Galang,” kata Mahfud dikutip dari antaranews.
Namun Mahfud tidak menjelaskan detil sebab menolak Pulau Galang sebagai lokasi pengungsian warga Rohingya.
Hingga saat ini Mahfud beserta jajarannya masih berupaya mencari lokasi pengungsian di tempat lain.
Salah satu upaya itu yakni meminta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk berkomunikasi dengan pemerintah Provinsi Aceh, Sumatera Utara dan Riau untuk membahas lokasi baru tersebut.
“Forkopimda tiga provinsi, Aceh Sumatra Utara dan Riau akan dikoordinir oleh Menteri Dalam Negeri untuk membicarakan itu,” ujar Mahfud.
Sebagaimana diketahui, dulunya Pulau Galang sudah pernah dijadikan tempat pengungsian asing, yakni pengungsi Vietnam akibat konflik di negara mereka, yakni jatuhnya Saigon dan kemenangan Partai Komunis pada 1975. Hal itu berkat izin Presiden Soeharto atas dasar kemanusiaan.
Pemerintah saat itu membangun barak-barak, rumah sakit, sekolah, tempat ibadah, dan pos keamanan di atas lahan seluas 80 ha. Para pengungsi menetap di kawasan tersebut hampir 17 tahun lamanya.
Kemudian, pada tahun 2020, rumah sakit di Pulau Galang kemudian dijadikan tempat Rumah Sakit Khusus Infeksi (RSKI) di masa pandemi COVID-19.
Usai pandemi berakhir, dan sudah tidak ada lagi pasien, RSKI Pulau Galang yang sebelumnya dikelola oleh BNPB RI kini diserahkan pengelolaannya ke Kemenhan pada Desember 2022 lalu.